Pages

Thursday, June 10, 2010

Another Fairy Tale : Side Story --White Canvas-- Part 2

Seminggu telah berlalu semenjak dimulainya penyerangan Kerajaan Highlandia ke Kerajaan Mathica. Perang yang terjadi di perbatasan tersebut mulai reda dengan berkurangnya intensitas serangan artileri pasukan Highlandia ke benteng pertahanan pasukan Mathica. Pangeran Sudibyo tetap memerintahkan seluruh pasukan untuk bersiap-siaga di benteng karena belum ada tanda-tanda serangan tersebut akan berakhir. Bisa saja berkurangnya intensitas serangan tersebut disebabkan oleh penghimpunan pasukan untuk serangan yang lebih besar lagi. Berbarengan dengan saat itu pula, perasaan Pangeran Ditrie malah selalu terusik dengan keberadaan wanita misterius yang tinggal di Kota Tarra tersebut.

Hari itu, dilaksanakan rapat strategi perang yang diikuti oleh pimpinan-pimpinan pasukan pertahanan. Pangeran Ditrie yang ikut pada rapat tersebut terlihat bengong dan berpandangan kosong. Kakaknya, Sudibyo yang mencium gelagat aneh adiknya tersebut. Selaku pemimpin pasukan pertahanan tersebut ia berdiri dan tanpa basa-basi memukul adiknya tersebut hingga tersungkur. Kemudian ia kembali memimpin rapat tersebut dengan tenangnya. Adiknya tetap terbengong dengan apa yang dilakukan kakaknya tersebut, baru setelah beberapa saat ia berdiri dan berlari keluar dari ruangan rapat tersebut. Salah satu pimpinan pasukan lain yang melihatnya bertanya pada Pangeran Sudibyo apa yang terjadi pada Pangeran Ditrie.Sudibyo sebenarnya tidak tahu dengan apa yang terjadi dengan adiknya, tetapi ia memukulnya agar adiknya tersebut sadar akan keadaan yang terjadi sekarang. Oleh karena itu, ia membiarkan adiknya untuk melakukan apa yang sebenarnya ia inginkan saat ini, sebelum terlambat.

Dengan menunggangi kuda kesayangannya, Pangeran Ditrie menuju ke Kota Tarra untuk menemui wanita bernama Seth itu. Paling tidak, ia ingin menemuinya dan sebatas berkenalan dan melihat wajah wanita tersebut. Saat ia sampai ke rumah wanita tersebut, ia turun dari kudanya dan mengetuk pintu rumah tersebut. Memang sangat aneh mendatangi rumah orang yang tidak dikenali dan kemudian bertamu. Hati Pangeran Ditrie bergejolak dengan berbagai perasaan yang berbaur, malu, ingin tahu, dan masih banyak perasaan yang hingga ia tidak dapt mengungkapkannya. Orang-orang sekitar tentu bertanya-tanya dengan apa yang sedang dilakukan Pangeran Ditrie di situ.

Tak lama setelah Pangeran Ditrie mengetuk pintu rumah itu, seorang wanita berambut panjang membukakan pintu tersebut dengan malu-malu. Pangeran Ditrie bertanya apakah ia boleh masuk dengan malu-malu pula. Wanita tersebut mempersilakan masuk dan mempersilakan duduk di ruang tamu yang cukup kecil tersebut, kemudian berlalu masuk ke lorong rumah. Merasa telah dipersilakan duduk, Pangeran Ditrie duduk di ruang tamu yang cukup kecil tersebut. Ia duduk di salah satu kursi yang bisa dibiang cukup tua. Ia melihat satu kanvas besar yang berwarna putih bersih tanpa noda di ruang tamu tersebut tepat di tempat yang dipandang oleh Seth pada waktu pertama kali ia melihatnya. Ia berkesimpulan bahwa pada saat itu Seth sedang melihat kanvas putih tersebut.

Seth kemudian datang dengan membawa dua cankir kecil berisikan teh. Setelah menyajikannya kepada Pangeran Ditrie, ia menanyakan apa kepentingannya berkunjung ke rumahnya tersebut. Pangeran Ditrie cukup panik dengan pertanyaan tersebut, dan bingung menjawab
bagaimana. Akhirnya ia memperkenalkan dirinya dan tentu saja membuat Seth kaget bukan kepalang. Pangeran Ditrie kemudian menyatakan bagaimana ia sampai di sini dan mengapa ia datang beamu ke rumah ini. Seth yang benar-benar dibuatnya kaget berusaha duduk dengan tenang di hadapan Pangeran Dirtie. Pangeran Ditrie yang semakin bingung mau berkata apa akhirnya melihat kembali ke arah kanvas putih tadi dan bertanya tentang keberadaan kanvas tersebut.
Seth yang masih terdiam kemudian ikut memandang ke arah kanvas putih tersebut. Kemudian, setitik air mata mengalir di pipi wanita berambut panjang tersebut. Melihat hal tersebut, kontan Pangeran Ditrie kalang kabut dengan apa yang terjadi saat ini. Ia bingung melihat ke sana ke mari untuk mencarikan wanita tersebut sapu tangan atau sedikit tissue. Dengan sedikit akal, ia akhirnya menyodorkkan jubahnya untuk menyeka air mata tersebut.

Akhirnya Seth menyeka air matanya dengan tangannya dan mulai berkata-kata. Ia berterima kasih Pangeran Dirie telah bertamu ke rumahnya yang kecil tersebut. Kemudian ia mengatakan bahwa kanvas tersebut adalah peninggalan suami terdahulunya. Ia bercerita bahwa dirinya dan suaminya yang terdahulu adalah pelukis. Kanvas putih tersebut adalah kanvas yang suaminya siapkan untuk melukis lukisan istrinya yang cantik tersebut. Sayang, suaminya meninggal diakibatkan oleh penyakit. Setelah suaminya meninggal, kemudian ia berpindah dari Highlandia, rumahnya terdahulu, ke kampung halaman suaminya yaitu Kota Tarra ini. Pada akhirnya kanvas tersebut tetap tidak ia gunakan, karena terdapat makna yang sangat dalam di baliknya.

Pangeran Ditrie terharu mendengarnya cerita wanita tersebut. Kemudian, ia bertanya kepada Seth, maukah ia ikut bersamanya ke ibu kota setelah perang berakhir. Tentu saja Seth keget dengan pertanyaan pangeran tersebut. Ia pikir setelah ia menceritakan masa lalunya, pangeran tersebut akan pergi dan melupakan dirinya. Ia meminta waktu satu maam untuk menjawab pemintaan tersebut. Mendengar jawaban wanita tersebut, Pangeran Ditrie berpamit untuk pergi. Seth meminta Pangeran Ditrie untuk menemuinya di air mancur Kota Tarra tengah hari, besok. Pangern Ditrie menganguk menyanggupi hal tersebut.

To Be Continued...

0 comments:

Post a Comment